Senin, 01 Agustus 2011

Erza (1)

saya mengenal Erza dua tahun lalu, tepat ketika kami memasuki sekolah militer ini. dia tampan, saya akui. tapi tahun pertama saya tidak mengenalnya begitu dekat meskipun kami tinggal pada asrama yang sama dan sekolah militer super ketat ini memaksa saya setiap hari harus berpapasan dengannya saat menuju kelas. dia tampan, tapi sejujurnya saya tidak terlalu tertarik dengannya. sesekali saya bersebelahan dengannya saat mandi di shower room. sebisa mungkin saya tidak melihat ke arahnya. saya tidak ingin kelihatan gay. jika semua tau siapa saya sebenarnya, maka berakhirlah hidup saya. gay bahkan tidak diterima dengan baik oleh masyarakat indonesia, apalagi di militer, takkan pernah mungkin.

mungkin anda pikir kehidupan saya menyenangkan sekali, saya dikelilingi oleh pria-pria berbadan kekar setiap harinya bahkan saya bisa melihat setiap inchi dari tubuh mereka di shower room, tapi jujur, saya tidak bahagia. saya hidup setiap harinya dikelilingi godaan, tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa. saya bahkan sangat tertekan jika teman-teman saya bercerita tentang pasangan wanitanya, saya hanya berpura-pura ikut menikmati, ya! lihat si Marcia, dadanya luar biasa. Tasya kulitnya mulus. dan haha, didalam hati saya lebih tertarik dengan dia yang sedang bercerita daripada Marcia ataupun Tasya.

Kembali ke topik, saya mulai dekat dengan Erza di tahun ke dua. kelasnya dan kelas saya bersebelahan membuat kami dekat dan sering ngobrol. dia, sama seperti laki-laki 'militer' pada umumnya. badannya tinggi tegap, kelihatan sangat gagah dengan seragam kami, tetapi dia tipikal lelaki penderita depresi berat, dia sama sekali tidak menikmati hidupnya. benar-benar sama dengan saya, mungkin itu juga yang membuat saya dan dia semakin dekat dari hari ke harinya. jika saya menderita depresi dikarenakan homoseksualitas saya, dia depresi karena Alin, wanita yang ia cintai lebih memilih lelaki lain. saya tau dia straight,  takkan mencintai saya, tapi entah mengapa saya merasa bahagia jika bersamanya. dia pun kelihatannya begitu. mungkin karena ia punya tempat bercerita masalah-masalahnya. kami-pun bahkan sampai berencana menghabiskan liburan ini di Thailand.

Erza lahir di keluarga jawa namun lahir dan besar di Jayapura. baru ketika memasuki sekolah menengah dia pindah ke Kediri. meskipun lahir dan besar di papua, dia sama sekali tidak bisa berbahasa papua. Erza juga tak percaya tuhan, sama seperti saya. walaupun secara 'ktp' dia menganut kristen protestan dan selalu ke gereja tapi dia tidak pernah menganggap tuhan benar-benar ada. dia bahkan mengacungkan jari tengahnya pada poster pendeta saat kami berjalan bersama, dan kami-pun tertawa terbahak-bahak sesudahnya. saya bukan tidak percaya tuhan. saya hanya membencinya. dia menjadikan saya gay, mengacaukan hidup saya dan membuat orang-orang di dunia percaya kalau homoseksualitas adalah pilihan. tapi Erza, saya tidak tau kenapa dia begitu membenci tuhan. mungkin karena tuhan tidak mengizinkan ia hidup dengan gadis yang dicintainya.

to be continued
-vin ginting
 

Blog Template by YummyLolly.com